Jumat, 06 November 2020

Kisah Hikmah Islami Menyantuni Tetangga Dan Anak Yatimnya

Kisah Hikmah Islami Menyantuni Tetangga Dan Anak Yatimnya Abdullah bin Mubarak, termasuk salah seorang ulama salaf (masa-masa setelah wafatnya Rasulullah SAW dan berakhirnya Khulafaur Rasyidin, yang masih mengikuti jalan dan teladan Rasulullah SAW dan para sahabat beliau), ketika selesai menjalankan ibadah haji, ia sempat tertidur di Baitullah tidak jauh dari Ka’bah. Tiba-tiba ia melihat suatu pemandangan dimana dua malaikat turun dari langit menuju area thawaf. Salah seorang dari mereka berkata, “Berapa orang yang berhaji tahun ini?” Malaikat satunya berkata, “Enamratus ribu orang!!” “Berapakah yang diterima hajinya?” “Tidak seorangpun!!” “Tidak seorangpun??” Tanya malaikat yang pertama, seakan tidak percaya. Malaikat kedua berkata lagi, “Tetapi seorang tukang sol sepatu/sandal di Damaskus bernama Muwafiq yang tidak jadi berhaji, justru diterima hajinya oleh Allah. Dan berkah dari diterimanya hajinya Muwafiq ini, diterimalah semua ibadah haji pada tahun ini!!” Abdullah bin Mubarak segera terbangun, dan terheran-heran dengan mimpi yang dialaminya. Benarkah seperti itu keadaannya? Tidak ada pilihan lain, kecuali membuktikan adanya seorang tukang sol sepatu/sepatu yang bernama Muwafiq tersebut. Dari Makkatul Mukarramah, Ibnu Mubarak tidak langsung pulang, tetapi memacu tunggangannya menuju Damaskus di Syam (Syiria). Setibanya di sana, ia mencari tahu tentang Muwafiq tersebut, dan ternyata tidak terlalu kesulitan. Profesinya sebagai tukang sol sepatu/sandal selama puluhan tahun membuatnya ia banyak dikenal oleh orang-orang di Damaskus. Setelah ditunjukkan rumahnya dan bertemu dengan Muwafiq, Ibnul Mubarak tidak melihat sesuatu yang istimewa pada dirinya, hanya seorang lelaki sederhana, bahkan cenderung miskin, tetapi tampak jelas ketulusan dan keikhlasan pada sinar wajahnya. Setelah dipersilahkan duduk dan memperkenal diri, Ibnul Mubarak berkata, “Kebaikan apakah yang engkau kerjakan sehingga engkau memperoleh derajad yang tinggi di sisi Allah?” Muwafiq tampak tidak mengerti dengan pertanyaannya tersebut, dan berkata, “Ada apakah gerangan? Tiba-tiba engkau menemuiku dan bertanya seperti itu?” Kemudian Abdullah bin Mubarak menceritakan kalau ia baru saja selesai berhaji dan mengalami mimpi seperti yang dialaminya tersebut, yang kemudian membawa langkahnya untuk menemuinya. Mata Muwafiq tampak berkaca-kaca penuh haru, dan ia hanya bisa mengucap hamdalah sebagai ungkapan rasa syukurnya. Tanpa disadarinya, menitik air matanya karena begitu bahagianya. Setelah Muwafiq mulai bisa menguasai emosinya kembali, ia bercerita kalau sejak lama ia sangat ingin berhaji. Tetapi karena keadaannya miskin, ia harus menabung dan menyisihkan penghasilannya selama bertahun-tahun. Tahun ini ia telah mengumpulkan tigaratus dirham, cukup untuk perjalanan hajinya dan bekal kehidupan keluarga yang ditinggalkannya. Suatu ketika, istrinya yang sedang hamil, mencium bau masakan dari rumah tetangganya. Layaknya seorang hamil muda yang ngidam, ia sangat ingin merasakan masakan tetangganya tersebut. Muwafiq telah membujuknya untuk membuatkan atau membelikan masakan yang sama, tetapi istrinya tetap menolak, kecuali masakan tetangganya itu. Dengan berat hati Muwafiq mendatangi rumah tetangganya tersebut, yang ternyata adalah seorang janda dan anak-anak yatimnya. Begitu dibukakan pintu, Muwafiq berkata, “Wahai ibu, istriku sedang hamil, dan ia membaui masakan engkau dan ingin merasakannya. Bolehkan aku meminta sedikit saja untuk memenuhi keinginannya?” Tampak kesedihan di mata wanita itu, bahkan hampir menangis, ia berkata, “Wahai Muwafiq, makanan itu halal bagiku tetapi haram bagi engkau!!” “Mengapa demikian?” Tanya Muwafiq terheran-heran. Kemudian wanita janda itu menceritakan kalau dia dan anak-anak yatimnya sedang kelaparan. Telah tiga hari lamanya tidak ada makanan apapun yang masuk ke perut mereka kecuali air. Pagi hari itu ia keluar, dan ketika berjalan berkeliling ia melihat seekor keledai yang telah mati. Ia memotong sebagian daging bangkai keledai tersebut dan membawanya pulang, kemudian memasaknya. Bau masakan itulah yang sempat masuk ke rumah Muwafiq, dan membuat istrinya sangat menginginkannya. Mendengar ceritanya itu, Muwafiq segera pulang dan mengambil simpanan tigaratus dirham yang telah dikumpulkannya selama bertahun-tahun, dan memberikannya kepada janda tersebut. Ia berkata, “Nafkahilah anak-anak yatimmu itu dengan uang ini!!” Setelah itu ia beranjak pulang, dan ia berkata di dalam hati, “Sesungguhnya haji berada di pintu rumahku!!” Abdullah bin Mubarak terkagum-kagum dengan cerita Muwafiq tersebut dan berkata, “Shadaqahmu kepada tetangga dan anak yatimnya itulah yang membuat hajimu diterima, dan memberkahi haji kami semua tahun ini, sehingga diterima juga di sisi Allah!!”